spedy

Laman

Belajar Al-Qur'an online dari Arab

Jumat, 09 April 2010

Manusia Manusia Yang Dimulyakan Alloh Sang Pencipta


Kita sering mendengar kata-kata, "Ini karunia yang di ATAS" ada lagi, "Terserah yang DI ATAS", ada juga, " Mohon sama yang DI ATAS". dan seterusnya.
Maksud dari kata-kata "yang di atas" bukan berarti di atas kepala tetapi adalah Dzat Yang Maha Kuasa, Dzat Yang Mengatur dan Mencipta Alam Semesta.
Poisisi di Alam semesta, maka posisi yang paling atas adalah Dzat yang ber nama TUHAN.
Tuhan itu nama jabatan, sedang dzat Tuhan itu punya nama yaitu ALLOH bagi seorang muslim. Selain Tuhan adalah makhluk.
Didalam hirarki makhluk dalam informasi yang disampaikan yang Maha Pencipta bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia.
"laqod kholaqnal insaana fi ahsani takwiim" dan sungguh AKU ciptakan manusia sebagai kejadian yang paling baik.
kemudian dalam informasi yang lain," walaqod karomna bani adaam"
dan sungguh Aku mulyakan manusia jenis adam.

dalam kisah mi'rojnya nabi Muhammad SAW, seorang malaikat Jibril tidak berani menembus Sidratil Muntaha bahkan sampai musta'wa. Tempat yang tertinggi untuk menghadap Alloh.
Jibril akan terbakar jika menyebrang ke Musta'wa. Tetapi manusia yang terpuji (Muhammad) tidak terbakar dan bisa bersujud dihadapanNya.
Artinya derajat kemulyaannya malaikat itu ada dibawah manusia.
Dan dibawahnya lagi adalah alam hewan, alam tumbuhan dan dibawahnya adalah batu.
batu inilah tingkatan yang paling bawah.

Nah, kok aneh ya manusia sekarang ini pada keblinger berharap pada batu celup Ponari?
Adakah disana peran Iblis yang membisiki manusia, kemudian Alloh juga menguji dengan kesembuhan. Kemudian manusia percaya bahwa batu itu bisa menyembuhkan. jatuhlah ke jurang dibawah derjat batu.

Kisah Rasulullah SAW & Pengemis Yahudi

Di sudut pasar kota Madinah ada seorang pengemis yahudi buta yang selalu berkata kepada orang-orang, “Jangan dekati Muhammad! Jauhi dia! Jauhi dia! Dia orang gila. Dia itu penyihir. Jika kalian mendekatinya maka kalian akan terpengaruh olehnya.”

Tak ada seorang pun yang lewat melainkan telah mendengarkan ocehannya tersebut. Begitu pula pada seseorang yang selalu menemuinya setiap hari di sana, memberinya makanan, hingga menyuapinya. Pengemis buta itu selalu menghina dan merendahkan Muhammad, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, di hadapan orang yang menyuapinya itu. Tapi orang itu hanya diam, terus menyuapi pengemis buta itu hingga makanannya habis.

Hingga akhirnya beberapa saat kemudian Rasulullah wafat. Kesedihan menaungi hati para sahabatnya. Suasana duka pun berlangsung amat lama bagi mereka. Seseorang yang begitu mereka cintai, mereka segani, dan begitu mereka taati telah pergi dari sisi mereka.

Hari-hari mereka lewati begitu berat tanpa Rasulullah. Mereka akan selalu mengenang kebersamaan mereka dengan beliau semasa hidupnya. Mereka tidak akan pernah melupakannya.

Begitulah yang tengah terjadi pada diri Abu Bakar Ash Shiddiq, seorang sahabat beliau yang mulia. Dia tidak akan pernah bisa melupakan kenangan bersama Rasulullah. Justru dia dengan semangat menjalankan ibadah-ibadah sunnah yang dahulu sering dilakukan Rasulullah, tentu saja di samping ibadah-ibadah yang wajib.

Suatu hari, dia pernah bertanya kepada Aisyah, putrinya, “Wahai, putriku, apakah ada amalan yang sering dilakukan Rasulullah yang belum pernah kulakukan?”

“Ya, ada, Ayah,” jawab Aisyah.

“Apa itu?” tanya Abu Bakar lagi dengan penuh rasa penasaran.

Aisyah pun mulai bercerita.

Keesokan harinya, Abu Bakar berniat menunaikan amalan itu. Dia pergi menuju sudut pasar Madinah dengan membawa sebungkus makanan. Kemudian dia berhenti di depan seorang pengemis buta yang tengah sibuk memperingatkan orang-orang untuk menjauhi Muhammad. Betapa hancur hati Abu Bakar menyaksikan aksi pengemis itu yang begitu lancang menghina Rasulullah di hadapan banyak orang. Tapi dia mencoba untuk bersabar.

Abu Bakar lalu membuka bungkusan makanan yang dibawanya dari rumah. Kemudian dia mengajak pengemis itu duduk dan langsung menyuapi pengemis itu dengan tangannya.

“Kau bukan orang yang biasa memberiku makanan,” kata si pengemis buta dengan nada menghardik.

“Aku orang yang biasa,” kata Abu Bakar.

“Tidak. Kau bukan orang yang biasa ke sini untuk memberiku makanan.

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...